Bagi orang yang pertama kali melihatnya, mungkin beranggapan beliau orangnya jutek, jarang tersenyum dan jauh dari kesan ramah. Tapi apabila sudah mengenalnnya secara dekat, beliau adalah orang yang ramah, lembut, punya impian yang besar, berdedikasi tinggi dalam dunia pendidikan terutama pendidikan islam, dan tidak pernah berhenti belajar.
Saya biasa memanggilnya “ibu” tapi beliau bukan ibu saya, melainkan kakak perempuan saya yang bernama LELA EMILIAWATI. Ibu dikenal sebagai sosok yang pintar di sekolahnya, selalu masuk 5 besar dan masuk sekolah favorit, tetapi mungkin dalam hal bergaul ibu agak kurang, bukan karena kurang bisa bergaul tapi ibu mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibanding anak seumurnya waktu itu.
Sebagai anak tertua kedua yang mempunyai adik banyak, sementara mamahnya bekerja, ibu harus membagi waktunya antara sekolah, mengurus adik-adiknya dan menyelesaikan pekerjaan rumah seperti mencuci baju dan beres-beres rumah. Mungkin disinilah ibu dituntut lebih dewasa dari anak-anak seumurannya pada saat itu.
Tapi meskipun begitu, ibu selalu punya waktu untuk hobinya, yaitu membaca dan membuat puisi. Sewaktu TK ibu menjadi perwakilan siswa yang membaca Puisi di depan semua orang tua siswa. Ibu juga suka membaca buku apapun yang ada dirumah. Sehingga mungkin semasa kecil ibu lebih banyak menggunakan waktu senggangnya dengan membaca daripada bermain dengan teman-teman sebayanya.
Lulus SMA ibu berkeinginan untuk masuk fakultas kedokteran Unpad, tapi ibu tidak lulus SIPENMARU-nya, dan bapak saya akan mengizinkan kuliah apabila masuk universitas negeri. Untuk itu ibu memutuskan untuk ikut tes SIPENMARU tahun depan. Idealnya dalam masa menunggu itu, harusnya mengikuti les atau semacam bimbel supaya ingatannya terus terjaga, tapi kondisi keuangan pada saat itu tidak memungkinkan. Akhirnya ibu hanya latihan soal-soal sendiri dirumah, dan FK UNPAD pun gagal ibu tembus.
Dari sana akhirnya ibu memutuskan untuk mencari pekerjaan saja, dan alhamdulillah ibu diterima sebagai penyiar radio, entah berapa tahun ibu berprofesi sebagai announcer di radio daerah itu, yang pasti yang masih sampai sekarang saya ingat adalah ketika ibu siaran, ibu selalu mengirimkan salam untuk tetangga-tetangga dirumah.
Setelah beberapa tahun bekerja sebagai announcer, ibu pun resign. Untuk mengisi waktu luangnya ibu mengikuti pengajian di beberapa mesjid dekat rumah serta mengajar di Al-islam. Selain aktif mengikuti pengajian dan mengajar di Al-Islam, ibu juga mengajar anak-anak sekitar rumah secara free, sampai akhirnya tahun 1995 (klo tidak salah) ibu dengan bantuan seluruh warga mendirikan Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an di daerah tempat kami tinggal. TK itu diberi nama TK/TP Al Qur’an Jami’atul Ikhwan. Di TK inilah saya belajar hafalan sholat, ayat-ayat pilihan, belajar kaligrafi, belajar bersedekah dan yang paling utama adalah belajar untuk mengenal Alloh lebih dekat.
TK/TPA Jami’atul Ikhwan ini sampai sekarang masih berdiri dan masih membina generasi-generasi penerus islam yang insyaalloh nantinya akan sukses di dunia dan akhirat. Sempat saya bertanya kepada ibu “ bu,,,kenapa ko mau capek-capek mau mendirikan TK?” kemudian ibu menjawab “ Ada bangunan wakaf dari pa Tatan, daripada digunakan untuk orang pacaran, akan lebih bermanfaat klo dipakai sebagai sarana pendidikan, selain mengalirkan amal sholeh untuk yang berwakaf, ini juga menjadi ladang amal untuk ibu mengamalkan ilmu yang ibu punya”. Sebuah anugerah mamih mempunyai anak sepertimu bu dan sebuah kebanggan bagi saya mempunyai kakak sepertimu. Untuk itu, ibu saya anggap tidak hanya sebagai kakak, tetapi juga guru, teman bertukar pikiran dan tempat saya bertanya.
Padahal mungkin klo waktu itu Alloh tidak menguatkan mamih untuk mengobati penyakit yang ibu derita waktu kecil, mungkin TK/TPA itu tidak akan pernah berdiri.
Ceritanya begini, karena kesibukan mamih sekolah, ibu dan wawa (kakak tertua) sering main di rumah tetangga. Tetangga saya itu lebih tua dari mamih saya dan punya kebiasaan” nyepah” (red: sunda), hal itu wajar dizamannya karena hampir semua orang tua melakukannya. Bekas sepahannya itu suka dikasihkan ke ibu, padahal tetangga saya itu mengidap penyakit paru-paru. Alhasil dari situ ibu ketularan. Diumur ibu yang masih kecil, tiap hari ibu harus minum obat dan disuntik untuk bisa sembuh, karena pengobatan penyakit paru-paru pada saat itu harus tuntas dan tidak boleh berhenti, sekali berhenti harus mengulang minum obat dari awal dengan dosis yang lebih tinggi.
Pernah suatu waktu mamih tidak mengantar ibu untuk disuntik, karena kondisi keuangan pada saat itu tidak memungkinkan untuk pergi berobat, alhasil pengobatan harus dilakukan dari awal dan mamih dimarahi dokter “ibu mau anak ibu mati atau sembuh? punya uang atau tidak datang kesini!” mungkin kurang lebih seperti itu ( beda ya dokter dulu sama sekarang *thinking*). Akhirnya dari situ mamih tidak pernah absen untuk mengantar ibu berobat meskipun mamih harus terjerat pada yang namanya LINTAH DARAT untuk bisa memenuhi obatnya ibu. Tapi pengorbanan mamih tidak sia-sia karena akhirnya ibu pun dinyatakan sembuh dari penyakit paru-paru.
Rencana Alloh memang selalu indah, Alloh tidak membiarkan dirimu meninggal karena Alloh tahu, di kehidupan dewasamu, Alloh menakdirkanmu untuk menjadi orang yang bisa bermanfaat dan menjadi bagian dalam mendidik generasi islam yang sukses di dunia dan akhirat. Alloh juga menggagalkan dirimu untuk lulus kedokteran karena Alloh mendelegasikan dirimu untuk lebih berfokus dalam mendidik generasi islam yang kuat.
Tetap istiqomah bu, saya banyak belajar darimu, terutama dalam hal meraih cinta-Nya Alloh.
Karena seperti yang pernah saya katakan kepadamu waktu saya masih SMA “saya ingin ketika nanti saya meninggal, ada yang mengingat saya, dan ingatannya adalah kebaikan, sehingga dunia pernah mengakui bahwa saya pernah hidup dan berbuat kebaikan”.